Minggu, 24 Juli 2016

Nilai kontanta kok bs negatif?????



INTERCEPT / KONSTANTA NEGATIF
Banyak sekali pertanyaan mengenai konstanta/intercept negatif..apakah boleh or tidak dalam persamaan regresi. daripada ditanya terus, maka saya buat artikel tersendiri mengenai hal ini.
Persamaan regresi y = a + bx + e dimana : a = y-intercept;  b = slope of the line; e = error term
dimana : a = y-intercept;  b = slope of the line; e = error term
CONTOH 1
Akan diuji mengenai pengaruh masa kerja bekerja (dalam bulan) terhadap jumlah pulpen terjual (ceritanya ini adalah sales pulpen). Rata-rata masa kerja dari 30 sampel adalah 6.4 bulan dan rata-rata penjualan bulanan adalah 34. Melalui analisis selanjutkan diperoleh persamaan berikut :
Y = -0.7 + 5.5 (X)
Konstanta / Intercept (a) = – 0.7 (dibulatkan dari -0.736)
Slope = 5.5 (dibulatkan dari 5.461)
Intepretasi :
  • Slope : setiap kenaikan 1 bulan kerja, maka jumlah pulpen yang terjual adalah sebanyak 5.5 unit
  • Intercept : Jika masa kerja adalah nol, maka jumlah pulpen yang terjual adalah – 0.7
Perhatikan interpretasi dari intercept yang tidak masuk akal tersebut. Pertama, mengapa harus memprediksi jumlah pulpen terjual jika karyawannya belum bekerja (masa kerja = 0).
Kedua, nilai slope nya positif, maka persamaan regresinya cukup dibalik menjadi : Y = 5.5 (X) – 0.7 Jadi, jika masa kerja = 5 bulan, maka diperoleh persamaan Y = (5.5 * (5)) – 0.7 = 26.6 unit
CONTOH 2
Seorang peneliti ingin menguji pengaruh tinggi badan (dalam centimeter) terhadap berat badan 30 orang siswa. Persamaan regresi diperoleh adalah :
Y = – 2.75 + 0.38 (X)
Konstanta / Intercept (a) = – 2.75.
Slope (b)= 0.38
Interpretasi
  • Slope : setiap kenaikan 1 centimeter siswa maka akan menaikkan berat badan sebesar 0.38 Kg
  • Intercept : Jika tinggi badang bernilai konstan (nol), maka berat badan siswa adalah – 2.75
Komentar pada konstanta, sangat aneh jika dilakukan interpretasi karena mana ada manusia yang tingginya NOL ??. Jadi ada baiknya, konstanta negatif seperti ini diabaikan saja karena dalam banyak kasus tidak masuk akal untuk diinterpretasikan.
Dengan demikian,..Jika Tinggi siswa 90 cm, maka berat badan siswa adalah Y = 0.38 (90) – 2.75 = 31.45 Kg !!
CONTOH 3
Seorang peneliti ingin mengetahui berapa jarak lari (dalam meter) berdasarkan lamanya waktu berlari (dalam detik) pada 100 siswa SMA ABC.
Dari hasil analisis, diperoleh persamaan
Jjarak lari = -0.2 + 3.2 (waktu berlari dalam detik)
Interpretasi
  • Nilai β1 sebesar 3.2 mengindikasikan bahwa ada penambahan 3.2 meter setiap kenaikan 1 detik berlari.
  • Nilai β0 sebesar -0.2 mengindikasikan bahwa jika waktu adalah 0 maka jarak lari adalah – 0.2 meter
Komentar pada konstanta
Mengapa harus menginterpretasikan konstanta pada saat siswanya belum berlari (detik = 0) ??
Kesimpulan
  • Konstanta negatif tidaklah menjadi persoalan dan bisa diabaikan selama model regresi yang anda uji sudah memenuhi asumsi (misal normalitas untuk regresi sederhana) atau asumsi klasik lainnya untuk regresi ganda. Selain itu, selama nilai slope tidak NOL maka tidak perlu memperdulikan konstanta negatif ini.
  • Konstanta negatif umumnya terjadi jika ada rentang yang cukup jauh antara X (variabel independen) dan Y (variabel respon. misal X memiliki rentang nilai 1 – 8, sedangkan Y memiliki rentang nilai 100 – 200.
  • Karena dasarnya regresi digunakan memprediksi Y berdasarkan nilai perubahan X, maka harusnya yang menjadi perhatian adalah X nya (slope), bukan nilai konstanta.
  • Dalam berbagai kasus, intercept juga sering tdk masuk akan untuk diinterpreasi sehingga harus diabaikan seperti kasus2 yang saya uraikan di atas.
  • Jika menggunakan SPSS, coba cek garis regresi menggunakan scatter plot untuk mengetahui posisi intercept
Rujukan Buku Yang Menjelaskan Tentang Intercept Negatif
Dougherty, C. 2002. Introduction to econometrics. 2nd ed. New York: Oxford University Press.

SUMBER :https://teorionline.wordpress.com/2014/06/24/konstanta-intercept-negatif-bagaimana/

Minggu, 08 Mei 2016

Analisis Partial Least Square (PLS).

Partial least square (PLS) merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi. PLS pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold, beliau adalah pegawai dari Karl Joreskog (yang mengembangkan AMOS). Model ini dikembangkan sebagai alternatif untuk situasi dimana teorinya lemah atau indikator yang tersedia tidak memenuhi model pengukuran refleksif. Wold. H (1985) menyebutkan PLS sebagai ”soft modelling”. PLS merupakan metode analisis yang powerfull karena dapat diterapkan pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel tidak harus besar. PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori juga dapat digunakan untuk merekomendasikan hubungan yang ada atau belum dan juga mengusulkan proposisi pengujian selanjutnya. 

Metode Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis variance dikenal sebagai metode Partial Least Square (PLS). Alasan-alasan yang melatar belakangi pemilihan model analisis PLS sebagai berikut:
  1. PLS merupakan metode analisis yang power full yang tidak didasarkan banyak asumsi  dan memungkinkan dilakukan analisis dari berbagai indikator variabel laten baik  indikator bersifat refleksif dan formatif.
  2. Metode PLS lebih mudah dioperasikan, karena PLS tidak memerlukan asumsi distribusi tertentu, tidak memerlukan adanya modifikasi indeks dan goodness of fit dapat dilihat pada Q-Square Predictive
  3. PLS SEM memberi kelonggaran kepada pengguna untuk menggunakan skala pengukuran selain interval seperti data nominal, ordinal dan data rasio dimana hal ini tidak diijinkan dalam SEM yang berbasis kovarian yang selama ini kita kenal Jonathan Sarwono (2012)

Asumsi PLS khususnya hanya berkaitan dengan pemodelan struktural, dan tidak terkait dengan pengujian hipotesis yaitu:
  1. Hubungan antara variabel laten dalam inner model adalah linear dan adatif, dan 
  2. Model structural bersifat rekursif. Selain itu berhubungan dengan sampel size, maka sampel dalam PLS dapat diperkirakan dengan: 
  • Sepuluh kali jumlah jalur struktural (struktural path) pada inner model, dan 
  • Sampel size kecil 30-50 atau sampel besar lebih dari 200.
Pengujian model empiris penelitian ini berbasis variance Partial Least Square (PLS) dengan software SmartPLS. Pengujian goodness of fit dilakukan baik pada tahapan pengukuran variabel (outer model) dengan melihat nilai estimasi loading karena penelitian ini seluruh variabel laten diukur dengan indikator bersifat reflektif, maka evaluasi terhadap model pengukuran dapat dilakukan melalui convergent validity, jika nilai estimasi loading ≥ 0,50 dan nilai titik kritis (critical ratio/CR) signifikan pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05. Discriminant validity dengan melihat nilai AVE (Average Variance Extracted), yang direkomendasikan nilai AVE lebih besar dari 0,50 dan nilai composite reliability lebih besar atau sama dengan 0,70 (Hair et al., 2010 dan Ghozali, (2015).

Goodness of Fit untuk inner model dievaluasi dengan melihat persentase varian yang dijelaskan yaitu dengan melihat R2 (R-square variabel eksogen) untuk konstruk laten, mengukur seberapa nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-square > 0 menunjukkan model memiliki predictive relevance, sebaliknya jika nilai Q-square < 0 menunjukkan model kurang memiliki predictive relevance. Perhitungan Q-square dilakukan dengan rumus: Q2 = 1– (1 – R12) (1 – R22) … (1 – Rp2).  Di mana R12, R22…Rp2 adalah R-square variabel eksogen dalam model persamaan. Besaran Q2 setara dengan koefisien determinan total R2 pada analisis jalur. Asumsi data terdistribusi bebas (distribution free), model struktural pendekatan prediktif PLS dievaluasi dengan R-square untuk konstruk dependen, Q-square test untuk relevansi prediktif, t-statistik dengan tingkat signifikansi setiap koefisien jalur.

Sumber : Ghozali, (2015) Smart Pls 3.0